MATAPERISTIWA.NET | Lombok Tengah – Media sosial kembali dihebohkan oleh kemunculan sosok yang dijuluki netizen sebagai “Sister Hong versi Lombok”. Julukan tersebut ramai diperbincangkan setelah terungkap bahwa seorang makeup artist (MUA) berhijab yang selama ini dikenal sebagai perempuan, ternyata berjenis kelamin laki-laki.
Sosok tersebut dikenal dengan nama Dea Lipa, seorang penata rias pengantin yang cukup populer di wilayah Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam berbagai unggahan di media sosial, Dea tampil anggun, berhijab, dan berpenampilan feminin, sehingga tak sedikit publik yang meyakini ia adalah seorang perempuan.
Namun kehebohan muncul ketika identitas aslinya terbongkar. Dea Lipa diketahui bernama Deni Apriadi Rahman, seorang pria asal Desa Mujur, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah. Fakta ini sontak membuat warganet terkejut dan memicu gelombang komentar, mulai dari rasa kaget hingga kecaman.
Julukan “Sister Hong versi Lombok” pun melekat setelah netizen membandingkan kasus ini dengan fenomena Sister Hong di China, yang sempat viral karena kasus penyamaran identitas. Meski demikian, sejumlah pihak menegaskan bahwa perbandingan tersebut tidak sepenuhnya tepat, karena konteks dan peristiwanya berbeda.
Kasus ini semakin viral setelah sebuah unggahan di Facebook menyebarkan foto dan klaim mengenai identitas Deni. Unggahan tersebut dengan cepat menyebar luas dan menjadi bahan perbincangan di berbagai platform media sosial.
Menanggapi kegaduhan yang terjadi, Deni akhirnya muncul ke publik dan memberikan klarifikasi. Ia membantah berbagai tuduhan liar yang berkembang, termasuk tudingan melakukan penipuan, pelecehan, maupun penyimpangan agama.
Deni menjelaskan bahwa profesinya sebagai makeup artist menuntutnya tampil rapi dan meyakinkan klien, serta menegaskan bahwa dirinya tidak pernah berniat menipu siapa pun. Ia juga mengaku terpukul secara mental akibat hujatan dan asumsi berlebihan dari warganet.
“Banyak narasi yang beredar tidak sesuai fakta. Saya merasa diserang secara pribadi,” ungkapnya dalam klarifikasi yang beredar di media.
Hingga saat ini, tidak ada laporan resmi dari aparat penegak hukum terkait dugaan tindak pidana dalam kasus tersebut. Pihak berwenang pun belum menyampaikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Deni.
Fenomena ini memicu diskusi luas di ruang publik, mulai dari isu identitas, etika bermedia sosial, hingga batas privasi seseorang. Sejumlah pihak mengimbau masyarakat agar tidak mudah menghakimi dan lebih bijak dalam menyikapi informasi viral.
Peristiwa ini kembali menjadi pengingat bahwa viral di media sosial tidak selalu sejalan dengan fakta hukum, dan klarifikasi tetap menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan informasi.
