MataPeristiwa.net – Jakarta
Gunungan uang tunai bernilai fantastis, mencapai Rp6,6 triliun, dipamerkan secara terbuka di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta. Tumpukan uang tersebut merupakan hasil denda administratif dan rampasan negara dari kasus korupsi serta kejahatan kehutanan dan pertambangan ilegal yang selama ini merugikan keuangan negara.
Uang senilai Rp6.625.294.190.469,74 itu ditata memenuhi lobi Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan diserahkan secara simbolis kepada negara. Penyerahan disaksikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta jajaran pimpinan kementerian dan lembaga terkait.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan, dana triliunan rupiah tersebut berasal dari dua sumber utama. Pertama, denda administratif sektor kehutanan senilai Rp2,34 triliun yang dipungut dari 20 perusahaan kelapa sawit dan satu perusahaan tambang nikel yang terbukti melanggar aturan pemanfaatan kawasan hutan melalui kerja Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Kedua, sebesar Rp4,28 triliun merupakan hasil penyelamatan dan pemulihan keuangan negara dari penanganan perkara tindak pidana korupsi, termasuk perkara-perkara besar yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam.
“Ini adalah bentuk nyata pengembalian hak negara yang selama ini dirampas oleh praktik korupsi dan kejahatan lingkungan,” tegas Jaksa Agung.
Presiden Prabowo Subianto dalam kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi atas kinerja Kejaksaan Agung dan Satgas PKH. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberi ruang bagi perusakan hutan, penyerobotan lahan, dan praktik korupsi di sektor sumber daya alam.
Tak hanya uang, Satgas PKH juga berhasil merebut kembali penguasaan kawasan hutan seluas hampir 900 ribu hektare yang sebelumnya dikelola secara ilegal. Nilai ekonomis kawasan hutan yang kembali ke pangkuan negara tersebut diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah.
Seluruh dana rampasan dan denda yang dipamerkan di Kejagung telah disetorkan ke kas negara melalui Kementerian Keuangan sebagai penerimaan negara, sekaligus menjadi simbol keseriusan negara dalam menegakkan hukum dan menyelamatkan aset publik.
