Sunda Lebih Dari Satu Abad Dalam Jajahan Budaya Mataram

 


Oleh : Kang Oos Supyadin SE MM, Pemerhati Kesejarahan & Budaya


Dalam sejarah Nusantara, dominasi kebijakan bahasa dari ‘pusat kekuasaan’ sangat menentukan perkembangan bahasa di suatu wilayah. Seperti ditunjukkan dalam perkembangan bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat Pulau Jawa Bagian Barat. Masyarakat Sunda yang secara bergiliran menjadi koloni negara-negara kuat, tak lagi memiliki kemampuan untuk menentukan kebijakan bahasanya sendiri. 


Tahun 1509 merupakan awal masuknya Portugis melakukan impreliasasi ke wilayah Nusantara. Kemudian tahun 1579, Kerajaan Sunda Pajajaran ditaklukkan oleh Kerajaan Banten. Kemudian dalam kurun tahun 1595-1705 wilayah Sunda yang sudah terpecah dalam sembilan kabupaten, berada dalam 'jajahan' kekuasaan Mataram. Selanjutnya pada tahun 1705-1945 menjadi koloni imperialis Eropa dan Jepang. Barulah pada tahun 1945-sekarang, menjadi bagian dari negara kesatuan Indonesia yang berpusat di Jakarta.


Imperialis Eropa yang dimaksud adalah Bangsa Eropa yang pernah menjajah Indonesia secara berurutan adalah Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, dan Inggris, lalu terakhir diikuti oleh Jepang. Belanda adalah penjajah terlama (sekitar 350 tahun) dan paling berpengaruh, sementara Portugis adalah yang pertama datang mencari rempah-rempah. Berikut penjelasan ringkas bangsa-bangsa yang menjajah:

1. Portugis (1509 – 1595): Bangsa Eropa pertama yang tiba di Maluku untuk mencari rempah-rempah dan membangun benteng. 

2. Spanyol (1521 – 1692): Bersaing dengan Portugis di Maluku, terutama di Tidore, namun akhirnya meninggalkan wilayah itu setelah konflik. 

3. Belanda (1602 – 1942): Penjajah terlama melalui VOC dan kemudian Hindia Belanda, menguasai sebagian besar wilayah Nusantara. 

4. Prancis (1806 – 1811): Menjajah saat kekuasaan Belanda melemah di Eropa di bawah Napoleon. 

5. Inggris (1811 – 1816): Mengambil alih kekuasaan dari Prancis dan menerapkan sistem pemerintahan sementara. 

6. Jepang (1942 – 1945): Penjajah terakhir sebelum kemerdekaan Indonesia, mengambil alih dari Belanda saat Perang Dunia II. 


Dalam kungkungan kolonisasi itu, pendudukan Mataram lebih dari dua abad memiliki pengaruh paling kuat bukan saja ekonomi dan politik, bahkan budaya Sunda pun dijajahnya sehingga menjadi dasar terjadinya perubahan budaya bahasa Sunda sebagaimana perkembangan bahasa Sunda yang kita ketahui hingga sekarang ini. Para menak (kelas menengah) Sunda saat itu dipaksa untuk berbahasa Jawa dalam berkomunikasi. Begitu pula dalam berkorespondensi, baik dalam surat-surat kepemerintahan maupun pribadi.


Kondisi demikian membuat salah perhitungan para kolonial Eropa saat mulai menguasai wilayah Sunda setelah Mataram. Mereka dalam waktu yang cukup lama menganggap bahasa Sunda sebagai varian (dialek) dari bahasa Jawa dan bahkan menurut Moriyama (2001), orang Sunda disebut sebagai bergjavaans (Jawa Gunung ). Kondisi itu berlangsung alamiah karena Mataram menjadi sentrum kekuasaan dan peradaban Pulau Jawa saat itu. Ada masanya masyarakat suatu bangsa lebih merasa berharga ketika menggunakan bahasa bangsa lain, yaitu ketika mereka kehilangan kebanggaan pada bahasanya sendiri, yang berarti merosotnya kepercayaan mereka pada jatidiri. 


Kembalinya mereka kepada bahasa sendiri hanya dimungkinkan saat kepercayaan pada jatidiri tumbuh kembali dan berhasil melepaskan diri dari kungkungan rendah dirinya dan coba menjadi sentrum tandingan. Disinilah pentingnya sebagai masyarakat Sunda dituntut untuk terus menggali budaya sejatinya sendiri yakni Bahasa Sunda yang sebelum dipengaruhi 'penjajah' Mataram. 


Rahayu

Lebih baru Lebih lama