Jakarta — Mata Peristiwa-Net.
Gelombang wacana baru mulai menguat di kompleks parlemen. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, melontarkan usulan yang memicu perdebatan hangat: 50 persen petugas haji Indonesia mulai tahun 2026 diambil dari personel TNI dan Polri.
Usulan tersebut disampaikan Saleh dalam rapat harmonisasi Revisi Undang-Undang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada Kamis (27/11/2025). Rapat tersebut memang dirancang untuk menggodok berbagai perubahan fundamental terkait tata kelola penyelenggaraan haji, namun pernyataan Saleh menjadi salah satu sorotan paling mencolok dan langsung memancing perhatian berbagai pihak.
Dalam rapat itu, Saleh menjelaskan bahwa dinamika haji beberapa tahun terakhir telah menunjukkan kebutuhan tenaga lapangan yang jauh lebih siap secara fisik dan mental. Ia menekankan bahwa personel TNI dan Polri memiliki keunggulan dalam kedisiplinan, ketahanan fisik, kemampuan evakuasi, serta keterampilan mengelola kerumunan besar—kapasitas yang menurutnya sangat penting dalam mengawal jutaan jemaah di Tanah Suci.
Situasi di Arab Saudi sangat dinamis dan menuntut respons cepat. Kehadiran TNI dan Polri sebagai petugas haji dapat memperkuat aspek pelayanan dan keamanan jemaah. Kita tidak bisa hanya mengandalkan sistem yang lama,” tegas Saleh di hadapan peserta rapat.
Ia menilai pembagian kuota 50 persen untuk TNI–Polri merupakan langkah realistis sekaligus strategis untuk menjawab tantangan pelayanan haji modern.
Meski mendapat dukungan dari beberapa anggota, usulan tersebut tidak diterima secara bulat. Beberapa fraksi menilai adanya potensi persoalan regulatif dan prosedural jika TNI–Polri diberi porsi sebesar itu. Ada pertanyaan mengenai apakah tugas tersebut akan masuk dalam kategori operasi kemanusiaan, penugasan khusus, atau justru memerlukan landasan hukum baru.
Sebagian anggota lain juga menyoroti soal pendanaan. Jika personel TNI–Polri dilibatkan dalam jumlah besar, perlu kejelasan siapa yang menanggung anggaran keberangkatan, akomodasi, dan honorarium mereka selaku petugas khusus.
Selain itu, beberapa anggota menekankan bahwa petugas haji sipil tetap memiliki pengalaman dan kompetensi yang tidak kalah penting, khususnya dalam aspek pembinaan ibadah, bimbingan manasik, penerjemahan, pendampingan lansia, dan pelayanan kesehatan.
Ketua rapat menyampaikan bahwa seluruh usulan, termasuk skema perekrutan baru petugas haji, akan melalui proses kajian mendalam sebelum masuk ke dalam rumusan resmi revisi undang-undang. Pendekatan multidisipliner—meliputi aspek hukum, teknis, anggaran, hingga diplomasi internasional—akan menjadi dasar pertimbangan Baleg dalam memutuskan apakah gagasan tersebut layak masuk ke dalam draft final.
Rapat lanjutan dijadwalkan membahas lebih detail mengenai:
proporsi ideal keterlibatan TNI–Polri,
penugasan spesifik yang akan mereka emban,
mekanisme seleksi petugas,
integrasi dengan petugas haji reguler,
serta dampak terhadap efektivitas pelayanan jemaah.
Apapun hasil akhirnya, usulan Saleh dipastikan menjadi salah satu isu yang akan mewarnai pembahasan revisi UU BPKH hingga pengesahan.
